TANJUNGPINANG, SuaraAndalas.com — Memasuki tahun-tahun politik seperti saat ini, isu seputar keterlibatan TNI dan Polri dalam pemilu selalu menarik perhatian. Bahkan sering muncul pertanyaan, apakah benar TNI dan POLRI tidak boleh ikut dalam pemilu,
tentunya jawaban dari pertanyaan ini banyak yang belum tahu dan ingin tahu bukan.
Menelusuri latar belakang sejarah dan perubahan kebijakan terkait hal ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungan antara militer, polisi, dan proses demokratisasi di Indonesia.
Mari kita telaah bersama apakah benar TNI dan POLRI seharusnya dilarang ikut campur dalam arena politik pemilihan umum.
Seluruh anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tidak memiliki hak pilih dalam pemilihan umum. Hal ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 200. Berikut ini bunyinya:
“Dalam Pemilu, anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih.”
Tidak hanya itu, peraturan tentang hak pilih ini juga diatur di dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI Pasal 39, yang berbunyi:
“Prajurit dilarang terlibat dalam:
kegiatan menjadi anggota partai politik; kegiatan politik praktis; kegiatan bisnis; dan kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.”
Hak pilih anggota Polri juga diatur di dalam Pasal 28 Ayat 2 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, berikut bunyinya:
“Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hak memilih dan dipilih.”
Sejarah Hak Pilih TNI dan POLRI dalam Pemilu
Berdasarkan artikel Analisis Terhadap Hak Pilih TNI dan POLRI dalam Pemilihan Umum oleh Setiajeng Kadarsih dan Tedi Sudrajat yang dipublikasikan pada Jurnal Dinamika Hukum (2011), berikut ini adalah sejarah hak pilih TNI dan POLRI dalam pemilu.
1. Orde Lama
Selama orde lama, ABRI yang merupakan gabungan TNI dan POLRI juga memiliki hak pilih dalam pemilu. ABRI adalah kelompok yang dianggap turut berperan dalam menjaga keamanan dan stabilitas negara.
2. Orde Baru
Hak pilih TNI dan POLRI (ABRI) tetap berlaku pada masa orde baru. Pada periode ini, kekuatan TNI diperkuat, dan hubungan antara militer dan pemerintah sangat erat. Hak pilih TNI diintegrasikan ke dalam sistem politik orde baru.
3. Reformasi
Sebagai hasil dari Reformasi 1998, istilah ABRI dihapuskan. TNI serta POLRI menjadi entitas terpisah. Untuk memastikan netralitas dalam konteks politik dan pemilihan umum, hak pilih untuk personel militer dan kepolisian dihapuskan.
Perubahan besar terjadi dalam peran politik TNI, dengan penghapusan hak pilih sebagai langkah menuju demokratisasi dan pemisahan antara militer dan politik. Hal serupa terjadi pada POLRI, di mana hak pilih anggota kepolisian dihapuskan. Dengan begitu, POLRI menjadi lebih independen dan fokus pada tugas-tugas penegakan hukum.
Jadi, anggota TNI dan POLRI memang tidak boleh mengikuti pemilu, baik untuk memilih maupun dipilih. Semoga bermanfaat. (Agus)
Editor : Putra